
Pelaku usaha dan masyarakat Indonesia kian sadar akan isu hijau, sehingga produk yang memiliki sertifikat hijau kian dibutuhkan. Pada produk kontruksi, kebutuhan itu kian tinggi, dipacu keyakinan atas dampak kesehatan dari persentuhan antara manusia dan bangunan.
Demikian terungkap dalam Green Label Workshop Green is Not Just a Label yang menghadrikan Head of Rating Development Green Product Council Indonesia (GPCI) M. Faisal Dahlan di Jakarta International Expo, Rabu (10/9). Acara itu menjadi bagian dari rangkaian pameran Construction Indonesia 2025, Indonesia Energy & Engineering (IEE) Series 2025 yang akan berlangsung hingga 13 September 2025.
Mengusung tema “Sustainability for Industrial Transformation”, selain memamerkan produk konstruksi berkelanjutan, IEE Series 2025 juga menghadirkan produk-produk terkait infrastruktur lainnya.
"Green Label yang berhasil diraih menunjukkan bahwa produk tersebut telah memenuhi kriteria dan sangat aman digunakan karena tidak mengandung bahan, berbahaya dan beracun (B3). Penyusunan kriteria Green Label mengacu pada ISO 12024. Salah satu keunggulan produk yang telah memiliki green label salah satu yakni penetrasi pasar terbuka lebar," kata Faisal.
Faisal menambhakan, produk yang sudah memiliki sertifikat dari GPCI dapat digunakan di seluruh penjuru dunia. "Negara-negara dibelahan Eropa dan negara-negara maju sangat concern dengan produk yang ramah lingkungan. Aspek-aspek yang dinilai pada kriteria produk yaitu persyaratan umum, sistem manajemen lingkungan, logam berat, karsinogenik dan bahan berbahaya lainnya, konsumsi energi dan air, dampak terhadap ekosistem, pengemasan serta pelabelan," kata Fadlan sembari mencontohkan dua produk semen yang telah memiliki sertifiikat hijau.
Faisal menjelaskan, pelabelan hijau bertujuanmencegah serta mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh suatu produk terhadap manusia, hewan maupun lingkungan baik pencemaran tanah, air, dan udara.
“Sertifikat produk hijau juga mendorong industri menjalankan proses produksi secara berkelanjutan sesuai dengan tujuan Sustainable Development Goals, khususnya SDG nomor 12 yaitu melakukan produksi dan konsumsi yang bertanggungjawab,” papar Faisal.
Bagi konsumen, kata Faisal, memudahkan dan menjamin dalam memilih dan menggunakan produk yang lebih ramah terhadap lingkungan sekaligus tak berdampak buruk bagi kesehatan. "GPCI merupakan bagian dari Global Ecolabelling Network alias jaringan green produk di seluruh dunia. Sehingga produk yang telah memiliki sertifikat green dari GPCI mampu merambah pasar internasional."
Produk-produk yang menjadi inisiator GPCI yaitu Dulux, Alam Sutera, Daikin, Semen Tiga Roda, Toto, Indogress, Pralon, Jaya Celcon, Blue Scope, Vivere, Arwana, Malika, Philips, Gyproc, GRC Board, Dusaspun, dan Arwana Ceramics.
Pada talkshow juga mengemuka, sertifikasi bangunan hijau meningkat 15% per tahun, didorong oleh kesadaran akan pentingnya bangunan yang lebih ramah lingkungan dan hemat energi. Teknologi hemat energi sendiri berhasil menghemat hingga 30% pada bangunan bersertifikat, menjadikannya solusi yang semakin diminati oleh pengembang properti.
Sementara itu, pasar teknologi smart building menunjukkan pertumbuhan pesat dengan Compound Annual Growth Rate (CAGR) 12-15%. Di sisi lain, metode konstruksi modular tidak hanya mengurangi biaya hingga 10-
20%, tetapi juga memangkas waktu pengerjaan hingga 30%, menjadikannya alternatif efektif untuk proyek konstruksi berskala besar.
Pada pameran juga hadir produk-produk berkelanjutan seperti material daur ulang, insulasi, dan beremisi rendah. Di antaranya, beton berbahan baku limbah, yang dirancang mendukung praktik konstruksi ramah lingkungan serta diklaim lebih murah dan ringan. (X-8)