Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), mengatakan ada dua butir perjanjian Helsinki antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang belum dituntaskan, yakni soal lahan pertanian untuk eks kombatan dan penggunaan bendera Aceh.
“Kemudian ada dua hal yang selalu pending dalam pembicaraan, pertama tentang lahan. Di sini di pasal 325 ditentukan bahwa pemerintah RI akan mewariskan tanah-tanah pertanian dalam jangka panjang,” ujar JK saat menghadiri rapat dengar pendapat dengan Badan Legislasi DPR RI mengenai RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintah Aceh, Kamis (11/9).
Ia menjelaskan, pada awalnya opsi pemberian tanah sudah ditawarkan. Namun banyak eks kombatan menolak karena merasa bukan petani dan sebagian besar tinggal di kota. Akhirnya, kompensasi dialihkan dalam bentuk dana tunai yang disalurkan melalui Badan Reintegrasi Aceh (BRA).
“Tapi ini sudah ditawarkan pada awalnya, namun mengatakan kami bukan petani, tinggal di kota dan sebagainya. Akhirnya diganti dengan uang. Karena itulah ada Badan Rekonsiliasi Aceh (BRA). Maka diberikan kepada seluruh kombatan yang jumlahnya 3.000, dana khusus dari pada dana itu, itu triliunan juga,” jelas JK.
Sementara itu, poin kedua yang masih menggantung adalah soal bendera. MoU Helsinki melarang penggunaan lambang GAM, namun pembahasan jalan tengah soal desain bendera belum selesai hingga kini.
Sebab aturan pusat mengatur larangan penggunaan simbol yang identik dengan pemberontakan. Sehingga diusulkan agar pemerintah Aceh mengubah sedikit desain bendera agar tidak sama persis dengan bendera GAM.
“Karena di sini tidak boleh ada, dan juga ada PP yang mengatakan bendera daripada pemberontak itu tidak boleh dipakai. Jadi ada dua aturan, peraturan pusat dan di sini. Tidak boleh pakai emblem. Emblem itu sama dengan bendera. Itu yang pending, tinggal dua yang bermasalah,” pungkasnya.