
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai meskipun posisi Menkeu memiliki peran yang penting, penghasilannya justru lebih kecil dibandingkan ketika ia menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pengakuannya itu menjadi berita populer di kumparanBISNIS.
Selain gaji Purbaya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang menegaskan warisan bukanlah objek Pajak Penghasilan (PPh) banyak dibaca. Berikut rangkumannya, Minggu (15/9).
Canda Purbaya soal Gaji sebagai Menkeu
Purbaya menyebut selama lima tahun di LPS, dirinya memperoleh gaji besar. Apalagi saat kondisi perbankan stabil sehingga lembaga tersebut jarang harus bekerja ekstra keras. Hal ini berbeda ketika dirinya menjabat sebagai Menteri Keuangan.
“Jadi waktu dilantik di Menteri Keuangan, saya tanya ke Sekjen. Eh, gajinya di sini berapa? Sekian. Waduh, turun. Jadi gengsinya lebih tinggi, tapi sepertinya gajinya lebih kecil," tutur Purbaya dalam acara Great Lecture di Hotel Bidakara, Jakarta Pusat, dikutip Sabtu (13/9).
Kendati demikian, Purbaya merasa bersyukur karena telah ditunjuk sebagai Menkeu. Menurutnya posisi ini memungkinkan dirinya memberi kontribusi lebih banyak dibandingkan ketika masih berada di LPS. Akan tetapi, menurutnya LPS juga memiliki peran penting yang sifatnya lebih berada di belakang dan baru bekerja keras ketika bank-bank mengalami masalah.
“Tapi saya bersyukur ditunjuk sebagai Menteri Keuangan, mungkin di posisi ini saya bisa memberi kontribusi lebih banyak dibandingkan di LPS mungkin. LPS juga lembaga penting, tapi duduknya di belakang. Kalau bank-bank jatuh, baru kita bekerja keras,” kata Purbaya.

Warisan Bukan Objek Pajak Penghasilan
Penegasan DJP soal warisan ini untuk menjabat pembahasan soal istilah “pajak warisan” saat ahli waris melakukan balik nama atas tanah dan bangunan yang ramai di media sosial.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menyebut dasar hukum terbaru tentang pengecualian warisan dari pengenaan PPh diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024.
"Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan dikecualikan dari pengenaan PPh. Dengan demikian, ahli waris tidak dikenakan pajak penghasilan atas tanah atau bangunan yang diperoleh dari pewaris," katanya melalui keterangan resmi, dikutip Sabtu (13/9).
Rosmauli menjelaskan berdasarkan beleid tersebut, pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh diberikan dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atau perjanjian pengikatan atas tanah dan/atau bangunan. Permohonan Surat Keterangan Bebas dapat diajukan oleh ahli waris secara tertulis ke KPP terdaftar atau bisa secara daring melalui Coretax di coretaxdjp.pajak.go.id.
"Permohonan akan ditindaklanjuti dalam waktu 3 hari kerja setelah permohonan diterima lengkap oleh KPP tempat ahli waris terdaftar," jelasnya.
Dalam pengajuan permohonan, ahli waris wajib melampirkan dokumen berupa Surat Pernyataan Pembagian Waris sebagaimana tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-8/PJ/2025 Pasal 101 ayat (5) huruf c.
Setelah diverifikasi, KPP tempat ahli waris terdaftar akan menerbitkan Surat Keterangan Bebas PPh sehingga proses balik nama sertifikat tanah/bangunan tidak dikenai Pajak Penghasilan.

Perbedaan PPh dengan BPHTB
Rosmauli menyebut sering terjadi kerancuan antara PPh dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Ia menegaskan bahwa PPh Final atas pengalihan hak karena warisan bisa dibebaskan melalui Surat Keterangan Bebas PPh.
Di sisi lain, BPHTB tetap dikenakan pada perolehan hak tanah/bangunan karena warisan, sebab BPHTB termasuk Pajak Daerah sesuai UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Oleh karena itu, DJP mengimbau masyarakat untuk memahami secara tepat ketentuan perpajakan terkait warisan.
"Tidak ada pajak penghasilan atas warisan, dan ahli waris memiliki hak untuk mengajukan Surat Keterangan Bebas PPh agar terbebas dari pengenaan PPh Final," tegas Rosmauli.