
HAKIM nonaktif Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Djuyamto berharap tak ada lagi hakim yang menerima suap. Hal itu diungkapnya dalam persidangan yang menjeratnya sebagai terdakwa di PN Jakarta Pusat (Jakpus), Rabu (10/9).
Awalnya, Djuyamto bertanya kepada mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Rudi Suparmono, yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan.
Ia menanyakan pertemuan dengan seseorang bernama Agusrin Maryono, yang menawarkan Rudi uang US$1 juta untuk membantu pengurusan perkara CPO. "Tadi sebut saudara ketemu sama Agusrin, itu apakah setelah memanggil majelis atau sebelum?" tanya Djuyamto dalam persidangan. "Siap, sebelum," jawab Rudi.
Djuyamto kemudian bertanya setelah bertemu Agusrin, apakah Rudi memanggil majelis. Rudi mengiyakan pertanyaan tersebut.
Djuyamto lalu mengakui menerima suap. Ia ingin menekankan bagaimana peristiwa itu bisa terjadi dan berharap kasus serupa tidak terulang di masa depan.
“Maksud saya begini Yang Mulia, kalau soal kami majelis menerima uang, sudah kami akui sejak di penyidikan, kami mengaku bersalah,” kata Djuyamto.
“Tapi persoalannya bukan hanya sekadar mengenai kami bersalah, tapi setidak-tidaknya ini menjadi pelajaran bagi kita ke depan dan saya berharap, kamilah hakim yang terakhir di Republik ini untuk menghadapi peristiwa ini,” sambungnya.
Pernyataan Djuyamto itu kemudian diaminkan oleh Ketua Majelis Hakim, Effendi. “Amin,” ucap Effendi menimpali.
Diketahui, dalam perkara dugaan suap vonis lepas perkara CPO, lima orang orang ditetapkan sebagai terdakwa, yakni mantan Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta; mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan; serta hakim yang memvonis lepas terdakwa korporasi CPO, yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, serta Ali Muhtarom.
Semuanya didakwa menerima suap atas penjatuhan vonis lepas perkara minyak goreng dengan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Total suap Rp40 miliar dengan pembagian bervariasi. (Faj/P-2)