Terdakwa kasus pemerasan terhadap almarhum dr Aulia Risma, Zara Yupita Azra, dituntut 1,5 tahun penjara. Zara merupakan senior Aulia di PPDS Anestesi Undip.
"Menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan, dikurangi masa penahanan yang telah dijalani," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Efrita saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (10/9).
Jaksa menyatakan Zara terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Zara dinilai melakukan perbuatan pemerasan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Hal itu dilakukan dengan cara memaksa seseorang dengan kekerasan dan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu, sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut.
"Menuntut majelis hakim menyatakan terdakwa Zara Yupita Azra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemerasan berlanjut," jelas dia.
Menurut jaksa, sebagai seorang senior seharusnya Zara menjadi teladan dan tidak membiarkan budaya manipulasi serta penyalahgunaan kuasa berkembang di dunia pendidikan.
"Tindakan terdakwa menimbulkan rasa takut, keterpaksaan, dan tekanan psikologis bagi para residen. Perbuatan terdakwa menciptakan suasana intimidatif sehingga menghilangkan kehendak bebas para residen," imbuh jaksa.
Jaksa juga menyebut perbuatan Zara memenuhi unsur kekerasan dengan adanya doktrin "pasal anestesi" dan "tata krama anestesi". Jaksa menganggap doktrin ini membuat para junior tidak bisa menolak permintaan senior terkait iuran dan pembiayaan logistik, mulai dari konsumsi hingga peralatan praktik.
Sedangkan dari sisi psikologi, lanjut jaksa, ada tekanan mental akibat kekerasan verbal maupun fisik yang berdampak berat pada mahasiswa residen.
Selain itu, jaksa mengatakan, Zara terbukti melakukan kekerasan verbal melalui intimidasi dan ancaman, kekerasan fisik melalui pemberian hukuman yang tidak proporsional, kekerasan ekonomi dengan memaksa junior membayar iuran dalam jumlah besar, penyalahgunaan relasi kuasa dalam hierarki akademik.
"Pada kasus almarhum dr. Aulia, ditemukan tanda-tanda frustrasi, rasa takut mendalam, hilangnya rasa percaya diri, hingga ketidakberdayaan untuk melawan," kata jaksa.
Dalam menjatuhkan tuntutan tersebut, jaksa juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan. Zara dinilai bersikap sopan selama persidangan, mengakui perbuatannya, serta menyampaikan permintaan maaf.