Setara Institute menilai langkah Satuan Siber Tentara Nasional Indonesia (TNI) melakukan patroli siber dan berkonsultasi dengan Kepolisian Daerah Metro Jaya melampaui mandat militer. Lembaga ini menyebut praktik tersebut berpotensi mempercepat represi digital.
“Keterlibatan TNI pada ranah siber bertentangan dengan mandatnya, serta memicu regresi demokrasi dalam kerangka ancaman terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara,” kata peneliti HAM dan reformasi sektor keamanan Setara Institute Ikhsan Yosarie dalam siaran pers, Selasa, 9 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Sehari sebelumnya, Komandan Satuan Siber (Dansat Siber) Mabes TNI Brigadir Jenderal Juinta Omboh Sembiring bersama sejumlah perwira tinggi mendatangi Polda Metro Jaya. Mereka berkonsultasi mengenai dugaan tindak pidana di ruang digital yang melibatkan CEO Malaka Project Ferry Irwandi.
Menurut Ikhsan, peristiwa ini menunjukkan TNI bukan hanya melampaui mandat sebagai alat negara di bidang pertahanan, melainkan juga mengambil alih fungsi penegakan hukum pidana yang menjadi domain kepolisian.
Ikhsan mengingatkan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI memang mengatur peran militer dalam operasi militer selain perang (OMSP), termasuk menghadapi ancaman siber. Namun, penjelasan pasal menegaskan konteks ancaman itu adalah pertahanan siber (cyber defense), bukan penegakan hukum.
“Yang dilakukan TNI bukan hanya memperlihatkan perluasan peran militer pada bidang luar pertahanan negara, tetapi juga memperlihatkan gagal pahamnya Satuan Siber TNI mengenai ruang lingkup keterlibatan TNI yang terbatas pada pertahanan siber,” ujar Ikhsan.
Ia menambahkan, pelaksanaan OMSP di bidang siber pun tidak memiliki dasar hukum memadai. Pasal 7 ayat (4) UU TNI menyatakan pelaksanaan OMSP harus diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah atau peraturan presiden, kecuali dalam membantu Polri menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Setara juga mengkritik keterlibatan TNI dalam pengamanan demonstrasi, baik di lapangan maupun di ruang digital. Bagi masyarakat sipil, kata dia, demonstrasi merupakan manifestasi kebebasan berekspresi dan hak politik warga negara sebagaimana dijamin konstitusi.
“Sebaliknya, dalam paradigma militer, demonstrasi dipandang sebagai instabilitas sosial-politik yang berpotensi mengganggu ketertiban umum dan keamanan negara,” ujar Ikhsan.