
KOMISI Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai pembentukan tim reformasi kepolisian harus menyentuh perbaikan masalah kualitas layanan publik serta perilaku represif sebagian anggota Polri yang menyalahi kode etik profesi.
Komisioner Kompolnas Gufron mengatakan reformasi Polri mendesak dilakukan, terutama terkait budaya kekerasan dan tindakan represif aparat dalam menangani massa.
“Kritik masyarakat menyoroti masih kuatnya budaya kekerasan, penanganan unjuk rasa yang kerap dianggap represif, layanan publik yang belum optimal, hingga perilaku sebagian anggota yang menyalahi kode etik profesi,” ujar Komisioner Kompolnas, Gufron, pada Sabtu (13/9).
Gufron menekankan, reformasi Polri juga harus dibarengi dengan penguatan pengawasan, baik internal maupun eksternal. Menurutnya, pengawasan yang lebih kuat akan membuat akuntabilitas Polri dapat lebih dipertanggungjawabkan.
“Ada sejumlah standar operasional pelaksanaan (SOP) Polri yang perlu diperbarui mengikuti perkembangan zaman, misalnya SOP untuk penanganan unjuk rasa. Dalam pandangan masyarakat, implementasi kerap dianggap represif, perlu evaluasi dan koreksi,” kata Gufron.
“Apakah problemnya di instrumen, kapasitas anggota, atau dalam penerapannya,” lanjutnya.
Sementara itu, Komisioner Kompolnas lainnya, Choirul Anam menilai perubahan kurikulum pendidikan Polri menjadi kunci untuk membangun kultur baru yang lebih humanis.
Anam menjelaskan pentingnya bagi Tim Reformasi Kepolisian untuk menambahkan materi hak asasi manusia (HAM) dalam pendidikan kepolisian.
“Salah satunya adalah bagaimana membentuk kepolisian yang jauh lebih civilized. Oleh karenanya, bisa dicek di level kurikulum pendidikan, pentingnya mempertebal soal isu-isu hak asasi manusia dalam pendidikan di level kepolisian,” jelasnya.
Selain itu, Anam mengatakan masih maraknya tindakan represif aparat saat berhadapan dengan massa menjadi salah satu isu mendesak yang patut diperhatikan jika Presiden Prabowo Subianto membentuk Tim Reformasi Polri.
“Tindakan represif ini bagian kebudayaan atau tidak? Kalau itu masih dipandang sebagai budaya, harus kita bereskan,” ujar Anam.
Berdasarkan catatan dari sejumlah lembaga sipil, Anam menyebut masih banyak polisi yang bertindak represif di lapangan. Ia menegaskan, jika budaya represif sudah mengakar di tubuh Polri, maka perlu perubahan mendasar melalui pendidikan.
“Kalau memang masih ada budaya kekerasan atau penggunaan kewenangan berlebihan, harus diperkuat di level mengubah kulturnya; salah satu yang paling mendasar adalah di level pendidikan,” jelasnya. (Dev/I-1)