DEMONSTRASI besar yang digelar sekelompok massa di sekitar gedung DPR, Jakarta, pada Senin malam, 25 Agustus 2025, berujung ricuh. Para demonstran menyoroti besarnya gaji dan tunjangan anggota DPR yang dianggap berlebihan, mencapai lebih dari Rp 100 juta.
Demonstrasi ini berlanjut memanas menyusul kematian Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang tewas karena terlindas kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi pada Kamis, 28 Agustus 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Sejumlah pejabat pemerintah, termasuk Presiden Prabowo Subianto turun tangan mengucapkan belasungkawa dan duka cita atas tragedi yang menimpa korban.
"Saya atas nama pribadi dan atas nama pemerintah Republik Indonesia mengucapkan turut berduka cita dan menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya. Saya sangat prihatin dan sangat sedih terjadi peristiwa ini,” ujar Prabowo dalam YouTube Sekretariat Presiden pada Jumat, 29 Agustus 2025.
Sejak era reformasi, demonstrasi telah menjadi bagian penting dari kehidupan politik dan ekonomi Indonesia. Aksi massa kerap digunakan sebagai sarana masyarakat untuk menyuarakan aspirasi, mulai dari isu demokrasi dan korupsi hingga kenaikan harga kebutuhan pokok.
Berikut merupakan lima demo besar yang pernah mengguncang Indonesia.
Mahasiswa menduduki Gedung Dewan Perwakilan Rakyat ketika unjuk rasa di Jakarta, Mei 1998. Kerusuhan ini menjadi luka mendalam bagi bangsa, meninggalkan kenangan pahit tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia, rasisme, dan kekejaman. Dok. Tempo/Rully Kesuma
Mei 1998
Pada 1998, buntut krisis moneter dan pemerintahan Orde Baru yang otoriter memicu aksi mahasiswa dan aktivis di berbagai kota. Puncaknya terjadi pada 18 Mei 1998 ketika mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR/MPR RI, menandai lahirnya era reformasi.
Sejak awal 1998, mahasiswa dari berbagai kampus, termasuk UI dan Trisakti, menggelar aksi menuntut mundurnya Soeharto, penghapusan KKN, dan reformasi total. Demonstrasi kian meningkat di Mei 1998, dengan puncaknya tewasnya empat mahasiswa Trisakti pada 12 Mei.
Menurut Hiro Tugiman Budaya Jawa dan Mundurnya Presiden Soeharto (1999) yang dilansir dari laporan Tempo, kematian empat mahasiswa Trisakti memicu kerusuhan besar di kota-kota besar sebagai bentuk solidaritas mahasiswa seluruh Indonesia terhadap pahlawan reformasi yang gugur akibat kebrutalan aparat. Akibatnya, kerusuhan pun meluas, merusak dan menjarah gedung, toko, serta kendaraan di Jakarta.
Lebih lanjut, tekanan dari demonstran, dukungan publik, dan penolakan menteri-menteri Soeharto memaksa Presiden kedua RI itu akhirnya menandatangani surat pengunduran diri secara konstitusional pada 21 Mei 1998, disaksikan oleh BJ Habibie yang menggantikannya sebagai presiden sesuai amanat konstitusi.
Aksi 212
Aksi 212 atau Aksi Bela Islam III digelar pada 2 Desember 2016 di Monumen Nasional, Jakarta, melibatkan ribuan umat Muslim menuntut Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dihukum atas tuduhan penistaan agama. Aksi ini merupakan puncak dari Aksi Bela Islam I dan II pada 14 Oktober dan 4 November 2016.
Rangkaian aksi dipicu pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 yang menyinggung penggunaan Surat Al-Maidah ayat 51.
“Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, nggak pilih saya karena dibohongi pakai Surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak Ibu. Kalau Bapak Ibu merasa nggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohin, begitu, oh nggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi Bapak Ibu... Program ini jalan saja. Jadi Bapak Ibu nggak usah merasa nggak enak karena nuraninya nggak bisa pilih Ahok,” demikian kutipan beberapa kalimat yang disampaikan Ahok dalam pidato tersebut, pada Senin, 2 Desember 2024.
Kasus ini kemudian berkembang menjadi isu politik soal Pilkada DKI Jakarta, dengan massa dari Jakarta dan daerah lain, dipimpin Rizieq Shihab dan tokoh Islam lainnya. Hasilnya, Ahok ditetapkan sebagai tersangka, dan pada Mei 2017, Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun penjara sesuai Pasal 156a KUHP.
Mobil barikade polisi yang memisahkan antara pendemo yang pro dan kontra terhadap RUU KPK di depan Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, pada Senin, 23 September 2019. Tempo/Adam Prireza
Reformasi Dikorupsi 2019
Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menggelar demo di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada 20 September 2019, menolak pengesahan revisi UU KPK dan RKUHP. Mereka menyuarakan kekecewaan karena DPR dianggap mengabaikan kritik masyarakat dan mempercepat pembahasan RUU yang dianggap merugikan rakyat, sementara RUU lain yang dibutuhkan publik, seperti RUU PKS, mendapat banyak penolakan.
Dilansir dari Tempo 2019, dalam audiensi mahasiswa dengan Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar, Indra mengaku telah mencatat seluruh aspirasi dan berjanji akan membawa desakan para mahasiswa tersebut ke rapat pimpinan. "Saya jamin akan saya sampaikan," katanya dalam sesi audiensi di Gedung DPR-MPR.
Pertemuan tersebut menghasilkan empat poin kesepakatan, termasuk penyampaian aspirasi ke pimpinan DPR, keterlibatan mahasiswa dan akademisi dalam perancangan UU lain, penjadwalan pertemuan khusus ihwal UU KPK dan RKUHP, serta tidak mengesahkan RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Minerba dan RKUHP dalam kurun waktu empat hari ke depan.
Omnibus Law 2020
Ribuan buruh dan mahasiswa menggelar demo besar menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di depan Gedung DPR RI maupun di sejumlah kota di Indonesia pada 8 Oktober 2020. Aksi ini dipicu karena omnibus law dinilai merugikan pekerja, antara lain dengan menghapus upah minimum, pesangon, dan jaminan sosial, membebaskan buruh kontrak (outsourcing), mempermudah masuknya tenaga kerja asing, dan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.
Unjuk rasa ini berlangsung ricuh di beberapa kota, termasuk Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan. Meski demo berlangsung besar-besaran, UU Cipta Kerja tetap disahkan, tetapi kemudian diuji secara materiil di Mahkamah Konstitusi dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
Demo Tunjangan DPR 2025
Gelombang demo besar terjadi di depan Gedung DPR/MPR/DPD pada 25 Agustus 2025. Massa yang terdiri dari mahasiswa, buruh, petani, dan masyarakat sipil menyoroti tunjangan DPR yang bisa melebihi Rp 100 juta per bulan.
Selain isu tunjangan, massa juga menuntut pengusutan dugaan korupsi keluarga mantan Presiden Joko Widodo dan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Aksi ini memicu kepanikan aparat dan sempat ricuh ketika demonstran merangsek ke gedung parlemen.
Demomstrasi besar ini berlanjut pada 28-30 Agustus dengan tuntutan penghapusan outsourcing, kenaikan upah minimum, dan percepatan pembahasan RUU Ketenagakerjaan dan RUU Perampasan Aset. Demonstrasi semakin memanas setelah seorang ojek online, Affan Kurniawan, tewas terlindas kendaraan Brimob.
Akibatnya, demonstrasi berlangsung chaos diikuti pembakaran fasilitas umum, penembakan gas air mata untuk membubarkan massa aksi di sejumlah titik. Lebih lanjut, selama demo, beberapa rumah pejabat dilaporkan menjadi sasaran penjarahan.
Unjuk rasa makin meluas berhari-hari kemudian di depan Mako Brimob Kwitang, Mako Brimob Kelapa Dua, Polda Metro Jaya, Gedung DPR/MPR hingga di berbagai daerah antara lain di Yogyakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Padang, Makassar, hingga Ternate. Ratusan demonstran ditangkap.