DUKA mendalam masih menyelimuti keluarga Rusdamdiansyah alias Dandi. Ia adalah pengemudi ojek online (ojol) yang tewas dalam aksi demonstrasi yang berujung kerusuhan di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (29/8) lalu.
Dalam pertemuan yang penuh emosi dengan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (MenkoKumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra di Mapolrestabes Makassar, Kamis (11/9), keluarga korban menyuarakan penolakan keras terhadap opsi restorative justice (peradilan restoratif) bagi pelaku.
Kerabat korban, Rusni, yang hadir mewakili keluarga, tidak kuasa menangan tangis sembari memohon dengan sangat agar para pelaku pengeroyokan yang menyebabkan tewasnya Dandi dihukum seberat-beratnya.
Ia secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya jika pelaku, termasuk yang masih di bawah umur, dibebaskan melalui mekanisme restorative justice.
"Kami mintanya pelaku dihukum yang seberat-beratnya. Saya minta, karena katanya ada anak kecil yang dibebaskan," ucap Rusni dengan suara bergetar.
Rusni mengungkapkan bahwa keluarganya belum bisa ikhlas atas meninggalnya Dandi, yang tewas setelah dituding sebagai intelijen saat kerusuhan melanda Kota Makassar.
Penolakan untuk memaafkan semakin kuat karena keluarga dari pelaku yang masih di bawah umur dinilai tidak menunjukkan permintaan maaf.
"Kami tidak ikhlas, karena orangtua dari anak kecil itu tidak meminta maaf. Tidak ada kata maaf. Saya tidak ikhlas. Ini almarhum sudah mati. Sudah tidak ada," katanya dengan penuh kesedihan.
Ia juga menyampaikan permohonan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Yusril agar kasus kerusuhan ini diusut tuntas.
"Saya minta sama Bapak Presiden, sama Bapak Menteri, mohon diusut tuntas semua pelakunya," pintanya.
Menanggapi keluhan keluarga, Menkumham Yusril Ihza Mahendra menyampaikan rasa prihatin dan belasungkawa yang mendalam. Ia menegaskan komitmen pemerintah dan kepolisian untuk mengungkap kasus kerusuhan ini secara tuntas guna mencegah terulangnya peristiwa serupa di masa depan.
"Kami tentu sangat prihatin dan turut berduka cita. Kami betul-betul berkeinginan agar kasus ini tidak terjadi kembali," kata Yusril.
Menurutnya tiga pelaku penganiayaan terhadap Rusdamdiansyah telah ditahan. Salah satu pelaku yang masih di bawah umur tidak dibebaskan, melainkan dipindahkan ke rumah aman sebagaimana diatur dalam sistem peradilan anak.
Proses hukum terhadap mereka tetap berjalan. Ia juga memberikan penjelasan krusial tentang prinsip restorative justice. Mekanisme itu, menurutnya, hanya dapat dilakukan jika ada kesepakatan dari keluarga korban dan keluarga pelaku. Jika keluarga korban menolak, proses hukum akan terus berlanjut hingga ke pengadilan.
"Jadi kalau misalnya Restorative Justice itu tidak disetujui oleh keluarga korban, pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa dan hukum tetap akan ditegakkan," tegas Yusril.
Ia juga mengingatkan bahwa restorative justice bukanlah pembebasan tanpa syarat, melainkan harus disertai dengan pembinaan dan pendidikan bagi pelaku anak agar tidak mengulangi perbuatannya.
Kepala Polrestabes Makassar, Komisaris Besar Arya Perdana, menambahkan bahwa pihaknya sangat serius menangani kasus ini. Rusdamdiansyah dikeroyok massa karena ada yang berteriak dirinya adalah intel pada saat kerusuhan terjadi di depan kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI).
"Kita ini serius melakukan penanganan. Dia kan dikira intel, terus digebukin. Jadi kami masih cari (pelaku lainnya)," jelas Arya.
Arya menyatakan bahwa meski tiga pelaku telah ditangkap, penyelidikan masih terus dilakukan untuk mencari saksi dan pelaku lainnya. Ia menjamin bahwa proses hukum akan tetap berjalan untuk semua pelaku, termasuk yang masih di bawah umur, meski penahanannya tidak dilakukan di kantor polisi melainkan di rumah aman.
"Jadi kalaupun dia tidak ditahan, kita tahu rumahnya, orangtuanya, proses hukum akan tetap berjalan," pungkasnya. (LN/E-4)