KOALISI Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam langkah Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dinilai berupaya mengkriminalisasi CEO Malaka Project Ferry Irwandi. Koalisi juga menyoroti dugaan teror terhadap Direktur Imparsial Ardi Manto berupa perusakan mobil, pencurian dokumen, dan peretasan siber oleh orang tak dikenal.
“Kasus ini adalah ancaman serius terhadap kebebasan berekspresi dan ruang sipil bagi para pembela HAM di Indonesia,” tulis koalisi dalam siaran pers, Selasa, 9 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Koalisi menilai langkah para perwira tinggi TNI yang mendatangi Polda Metro Jaya pada Senin lalu untuk berkonsultasi melaporkan Ferry Irwandi merupakan bentuk intimidasi. Mereka menyoroti hadirnya Komandan Pusat Polisi Militer, Kepala Pusat Penerangan, serta Komandan Satuan Siber yang dianggap menggunakan kekuatan negara untuk menekan kebebasan sipil.
Belum ada penjelasan rinci dari TNI terkait tuduhan terhadap Ferry. Polda Metro Jaya menyebut laporan tersebut terkait dugaan pencemaran nama baik. Ferry sendiri mengaku tidak mengetahui letak dugaan tindak pidana yang dituduhkan.
Koalisi menekankan, rencana pelaporan itu bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang menyatakan lembaga pemerintah, institusi, maupun korporasi tidak bisa menjadi pelapor dalam kasus pencemaran nama baik. “Jika laporan ini diteruskan, berarti ada pembangkangan konstitusi oleh institusi TNI,” kata koalisi.
Selain kasus Ferry, koalisi juga meminta polisi mengusut dugaan teror terhadap Ardi Manto. Menurut mereka, aksi perusakan dan peretasan tersebut terkait sikap kritis Ardi terhadap revisi Undang-Undang TNI yang dinilai membuka jalan bagi militer masuk kembali ke ranah sipil.
Koalisi menyampaikan lima tuntutan, di antaranya meminta Polda Metro Jaya tidak menindaklanjuti rencana pelaporan TNI terhadap Ferry, mengusut kasus teror terhadap Ardi, hingga mendesak pemerintah dan DPR menginvestigasi dugaan keterlibatan TNI dalam kerusuhan di sejumlah kota pada akhir Agustus lalu.
Koalisi terdiri dari berbagai lembaga advokasi dan organisasi masyarakat sipil seperti Imparsial, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), serta Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI). Ada pula SETARA Institute, Amnesty International Indonesia, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), dan Human Rights Working Group (HRWG) serta lembaga lainnya.