WAKIL Ketua Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan keikutsertaan Tentara Nasional Indonesia atau TNI dalam pengamanan aksi demonstrasi tidak melampaui fungsi utamanya di bidang pertahanan.
Menurut Dave, peran tentara dalam situasi itu semata-mata sebatas bantuan kepada kepolisian. “Fungsi mereka hanya pembantuan saja,” kata politikus Partai Golkar itu saat dimintai konfirmasi Tempo lewat pesan singkat, Senin, 8 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Saat ditanya apakah Komisi I DPR akan memanggil TNI untuk meminta penjelasan, ia mengatakan tidak ada rencana tersebut. “Enggak ada (pemanggilan),” kata dia.
Belakangan, muncul sorotan publik ihwal dugaan cawe-cawe TNI dalam sejumlah unjuk rasa besar di berbagai daerah. Kehadiran prajurit di lapangan dinilai sebagian kalangan melewati tugas pokok tentara yang berhubungan dengan pertahanan negara.
Salah satunya disampaikan oleh pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai keterlibatan TNI dalam pengamanan unjuk rasa belakangan ini menimbulkan persoalan serius. Ia mengingatkan pengerahan pasukan tanpa prosedur yang jelas dapat melanggar konstitusi.
“Saya melihat kehadiran TNI dalam demonstrasi memberi kesan turun tangan secara sepihak tanpa perintah. Padahal sistem kita tidak membutuhkan itu,” kata Fahmi saat dihubungi, Senin, 8 September 2025.
Menurut dia, dalam sistem politik dan hukum, penanganan keamanan unjuk rasa sepenuhnya berada di bawah kepolisian. TNI baru bisa dilibatkan jika ada permintaan resmi melalui mekanisme negara. “Tentara dilibatkan jika ada eskalasi, kemudian permintaan negara hingga ketentuan secara urgensitas,” kata dia.
Fahmi mengatakan, kehadiran tentara dalam situasi yang rawan justru berisiko memperbesar eskalasi ketegangan, jika mereka masuk dalam konteks tanpa prosedur yang benar. “Tentara tidak dilatih untuk kontrol (massa). Kalau dipaksa bakal terjadi salah tangkap, salah tindak, hingga penggunaan kekuatan secara berlebihan,” ujar dia.