Liputan6.com, Jakarta - Multiple myeloma adalah jenis kanker darah yang berkembang pada sel plasma di sumsum tulang. Sel plasma berfungsi untuk menghasilkan antibodi yang melindungi tubuh dari virus dan bakteri. Namun, pada kondisi ini, sumsum tulang memproduksi sel plasma abnormal atau sel myeloma yang tidak berfungsi dengan baik.
Sel myeloma ini menghasilkan antibodi yang tidak efektif dan tumbuh secara berlebihan, sehingga menekan produksi sel darah sehat. Pertumbuhan sel myeloma biasanya terjadi di banyak area pada sumsum tulang, sehingga disebut 'multiple' myeloma.
Deteksi dini dan dukungan terhadap pasien menjadi langkah penting dalam meningkatkan penanganan kanker darah multiple myeloma di Indonesia.
Menurut data Global Cancer Observatory 2022, tercatat 3.258 kasus baru dan 13.067 kematian akibat multiple myeloma di Indonesia.
Multiple myeloma menempati peringkat ke-19 dari semua jenis kanker di Indonesia, dengan estimasi sekitar 3.289 kasus baru per tahun.
Upaya Pemerintah dalam Memperkuat Penanganan Multiple Myeloma
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terus memperkuat fasilitas kesehatan dan mendorong masyarakat untuk melakukan pemeriksaan sejak dini.
"Kami sedang memperkuat fasilitas untuk mendukung para penyintas sekaligus mengajak masyarakat melakukan deteksi sejak dini," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi.
Salah satu program yang digalakkan adalah Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang dapat membantu mengenali gejala awal kanker.
Kemenkes juga berencana menambah fasilitas PET-CT Scan menjadi 23 unit dari yang sebelumnya hanya tiga unit pada tahun ini. Selain itu, Kementerian Kesehatan berupaya agar lebih banyak obat kanker masuk dalam cakupan BPJS Kesehatan untuk meringankan beban biaya masyarakat.
Meskipun ada upaya dari pemerintah, rendahnya pengetahuan masyarakat masih menjadi hambatan besar dalam mengenali penyakit multiple myeloma.
Konsultan Hematologi-Onkologi, Prof. DR. DR. dr. Ikhwan Rinaldi, menjelaskan,"Kalau orang tidak punya pengetahuan, mereka tidak akan aware. Tapi kalau ada kesadaran, meski hanya gejala anemia biasa, pasien bisa berpikir jangan-jangan ini kanker darah, lalu segera periksa. Itu jauh lebih baik daripada terlambat."
Peran Komunitas dalam Mendukung Penyintas
Pengobatan multiple myeloma kini berkembang pesat. Selain kemoterapi, terapi kombinasi dengan obat kanker hingga antibodi monoklonal terbukti mampu memperpanjang kesintasan dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Hal ini memberikan harapan baru bagi para penyintas untuk menjalani hidup yang lebih baik.
Komunitas juga memiliki peran vital dalam mendukung para penyintas. Ketua Multiple Myeloma Indonesia (MMI), dr. Abraham Michael menyatakan bahwa organisasinya berperan untuk menjaga semangat penyintas sekaligus memperjuangkan akses layanan kesehatan.
MMI, yang berdiri sejak 11 Maret 2016, tidak hanya menjadi ruang berbagi informasi dan pengalaman antaranggota, tapi juga menyalurkan bantuan finansial, termasuk biaya transportasi, pengobatan, hingga dukungan usaha kecil agar pasien tetap produktif.
"Kami ingin memastikan para penyintas tidak hanya bertahan dalam pengobatan, tetapi juga tetap bisa menjalani hidup dengan optimis dan produktif," kata Abraham.
Kisah Santyna Sanjaya, salah satu penyintas multiple myeloma, menjadi contoh nyata pentingnya deteksi dini. Dia sempat mengabaikan nyeri pinggang yang dialaminya hingga akhirnya baru terdiagnosis setelah menjalani serangkaian tes, termasuk PET-CT Scan.
Kisah Santyna Sanjaya: Pentingnya Deteksi Dini dan Dukungan Keluarga
Setelah melewati kemoterapi dan pengobatan, kondisinya membaik berkat dukungan keluarga dan komunitas. "Untuk semua pejuang MM, kita harus memotivasi diri. Jika dokter menyarankan pengobatan, kita ikuti sampai tuntas agar hasilnya optimal. Saya harap akses pengobatan semakin merata sehingga lebih banyak pasien bisa menjalani hidup lebih baik," katanya.