Liputan6.com, Jakarta - Diabetes tipe 1 masih sering terabaikan dan baru terdeteksi ketika sudah memasuki tahap kronis. Gejala klasik seperti sering haus, sering buang air kecil, dan penurunan berat badan drastis seharusnya menjadi tanda peringatan.
Namun, menurut Dokter Spesialis Anak Subspesialis Endokrinologi sekaligus Kepala Program Kemitraan Global Changing Diabetes in Children (CDiC) Indonesia, Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A, Subsp. End., FAAP FRCPI (Hon.), banyak anak di Indonesia justru salah diagnosis karena gejalanya mirip dengan penyakit lain.
"Pernah ada kejadian di salah satu rumah sakit tipe A, sampai dioperasi usus buntu, ternyata diabetes tipe 1, Sekarang kejadian seperti itu sudah tidak ada lagi," kata Aman dalam acara Small Group Media Interview CDiC Diabetes Camp dan Novo Nordisk pada Rabu, 10 September 2025.
Aman menegaskan bahwa rendahnya kesadaran baik di kalangan masyarakat maupun tenaga kesehatan menjadi persoalan utama. Akibatnya, gejala diabetes tipe 1 sering disalahartikan sebagai penyakit lain.
Apa Itu Diabetes Tipe 1
Lebih lanjut, Aman, mengatakan, ketidak-aware-an ini bukan hanya dari masyarakat, tapi juga tenaga kesehatan yang telat melihat.
"Anak bisa datang dengan sakit perut lalu dianggap usus buntu, pneumonia, atau asma, padahal sebenarnya diabetes," katanya.
Kisah salah diagnosis hingga operasi usus buntu yang dia ceritakan menggambarkan betapa bahayanya kurang pemahaman terhadap gejala diabetes tipe 1. Banyak pasien baru terdiagnosis setelah mengalami kondisi serius yang disebut ketoasidosis diabetik (KAD).
"Sekitar 70 persen pasien datang sudah dalam kondisi KAD, dengan gula darah tinggi, muntah, sesak, hingga tidak sadar. Kalau tidak segera ditangani, bisa berujung pada kematian," kata Aman.
Salah Diagnosis yang Fatal
Menurut Aman, salah kaprah lain yang membuat diagnosis terlambat adalah anggapan bahwa diabetes tipe 1 selalu diturunkan secara genetik. Padahal faktanya, penyakit ini disebabkan oleh proses autoimun.
"Kalau dikatakan keturunan, banyak pasien kami, lebih dari 2.000 anak, orang tuanya tidak punya diabetes tipe 1. Jadi, pola penurunannya berbeda dengan diabetes tipe 2," ujarnya.
Dia, menjelaskan, sistem kekebalan tubuh yang menyerang sel penghasil insulin menjadi penyebab utama. Bahkan, infeksi virus juga bisa memicu kondisi ini. "Saat pandemi COVID-19, kasus diabetes tipe 1 meningkat karena infeksi virus dapat mencetuskan penyakit ini," tambahnya.
Kurang Paham Anak Bisa Kena Diabetes
Aman mengungkapkan, masih banyak tenaga kesehatan yang tidak menyadari bahwa anak juga bisa terkena diabetes.
"Pasien masuk rumah sakit dengan gejala sakit perut atau sesak napas, yang terpikir adalah penyakit lain. Karena mungkin selama kuliah kedokteran, mereka jarang melihat kasus diabetes pada anak," ujarnya.
Akibatnya, banyak anak baru didiagnosis setelah kondisinya parah dan muncul komplikasi.
Aman menekankan pentingnya mengenali tanda-tanda peringatan diabetes tipe 1 sejak dini, terutama pada anak.
"Nah, tipsnya sederhana. Kalau anak banyak makan, sering kencing, berat badan turun drastis, lalu mulai ngompol lagi padahal sebelumnya tidak, dan terlihat lemas, maka yang pertama harus dipikirkan adalah diabetes," pungkasnya.